LokasiMakam KH. Abdullah Haq Nuh bin Syekh Ahmad Syathiby Gentur atau Mama Ajengan Aang Nuh wafat pada tahun 1990. Makam beliau terletak di Kp. Gentur, Desa Bangbayang, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tepatnya di Komplek Pemakaman Makam Keramat Mama Gentur. Pendidikan merupakan suatu proses di dalam menemukan transformasi baik dalam diri, maupun komunitas. Oleh sebab itu, proses pendidikan yang benar adalah membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, intimidasi, dan ekploitasi. Di sinilah letak afinitas dari aspek pedagogik, yaitu membebaskan manusia secara konprehensif dari ikatan-ikatan yang terdapat diluar dirinya atau dikatakan sebagai suatu yang mengikat kebebasan seseorang. Maka dari pada itu, pendidikan adalah merupakan elemen yang sangat signifikan dalam menjalani kehidupan, karena dari sepanjang perjalanan hidup manusia, pendidikan merupakan barometer untuk mencapai maturitas nilai-nilai kehidupan. Hal itu sejalan dengan salah satu aspek tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam UU SISDIKNAS RI No. 20 Tahun 2003, tentang membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur melalui proses pembentukan kepribadian, kemandirian dan norma-norma tentang baik dan buruk. Sedangkan di sisi lain manusia sebagai makhluk pengemban etika yang telah dikaruniai akal dan budi. Dengan demikian, adanya akal dan budi menyebabkan manusia memiliki cara dan pola hidup yang multidimensi, yakni kehidupan yang bersifat material dan bersifat spritual Begitu pentingnya pendidikan bagi setiap manusia, karena tanpa adanya pendidikan sangat mustahil suatu komunitas manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan cita citanya untuk maju, mengalami perubahan, sejahtera dan bahagia sebagaimana pandangan hidup mereka. Semakin tinggi cita-cita manusia, maka semakin menuntut peningkatan mutu pendidikan sebagai sarana pencapaiannya. Hal ini telah termaktub dalam al-Qur‟an surat al-Mujadalah ayat 11 Artinya“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Depag RI, 1974 911. Relevan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapai. Buktinya dengan penyelenggaraan pendidikan yang kita alami di Indonesia. Tujuan pendidikan mengalami perubahan yang terus menerus dari setiap pergantian roda kepemimpinan. Maka dalam hal ini sistem pendidikan nasional masih belum mampu secara maksimal untuk membentuk masyarakat yang benar-benar sadar akan tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Melihat fenomena yang terjadi pada saat sekarang ini banyak kalangan yang mulai mencermati sistem pendidikan pesantren sebagai salah satu solusi untuk terwujudnya produk pendidikan yang tidak saja cerdik, pandai, lihai, tetapi juga berhati mulia dan berakhlakul karimah. Hal tersebut dapat dimengerti, karena pesantren memiliki karakteristik yang memungkinkan tercapainya tujuan yang dimaksud. Karena itu, sejak lima dasawarsa terakhir diskursus di seputar pesantren menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal ini tercermin dari berbagai fokus wacana, kajian dan penelitian para ahli, terutama setelah kian diakuinya kontribusi dan peran pesantren yang bukan saja sebagai “subkultur” untuk menunjuk kepada lembaga yang ber-tipologi unik dan menyimpang dari pola kehidupan umum di negeri ini sebagaimana disinyalir Abdurrahman Wahid 1984 32. Tetapi juga sebagai “institusi kultural” untuk menggambarkan sebuah pendidikan yang punya karakter tersendiri yang unik, sekaligus membuka diri terhadap hegemoni eksternal, sebagaimana ditegaskan oleh Hadi Mulyo 1985 71. Dikatakan unik, karena pesantren memiliki karakteristik tersendiri yang khas yang hingga saat ini menunjukkan kemampuannya yang cemerlang mampu melewati berbagai episode zaman dengan kemajemukan masalah yang dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, Ia telah memberikan andil yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat. Pesantren sebagai salah satu format lembaga pendidikan dipercaya sebagai formula jitu yang dapat menangani permasalahan-permasalahan umat dewasa ini, mengingat perkembangan dunia pendidikan dewasa ini tampak sangat memprihatinkan. Tidak hanya pendidikan Islam saja bisa dengan tanpa mengurangi nilai-nilai dan pandangan hidup yang sudah berjalan di pesantren. Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak memandang strata sosial, lembaga ini dapat dinikmati semua lapisan masyarakat, laki-laki perempuan, tua-muda, miskin kaya, mereka semua dapat menikmati pendidikan di lembaga ini. Dan satu hal yang perlu kita catat bahwa tidak sedikit pemimpin-pemimpin bangsa ini, baik pemimpin yang duduk dalam pemerintahan maupun yang bukan, formal atau informal, besar maupun kecil, di antara pemikiran mereka diwarnai dengan pola pendidikan pondok pesantren. Di banyak tempat istilah yang identik dengan pondok pesantren ini juga mempunyai banyak persamaan nama, di Jawa dan Madura istilah yang sering digunakan adalah pondok Dhofier, 1984 18 atau pondok pesantren Ali, 1987 15, sedang di Aceh dikenal dengan istilah “Dayah, Rangkang, atau Meunasah/ Madrasah Hasbullah, 1999 32, adapun di Minangkabau pesantren lebih dikenal dengan istilah “Surau”, sedangkan di Pasundan institusi ini disebut dengan “Pondok” Raharjo, 1985 2. Sebagai lembaga pendidikan lanjut, pesantren merupakan tempat yang mengkonsentrasikan para santrinya untuk diasuh, dididik dan diarahkan menjadi manusia yang paripurna oleh kyai atau guru.
Beritadan foto terbaru Kiai Haji Mama Abdullah Bin Nuh - Sejarah Singkat Pesantren Al Ghazaly, Pusat Penyebaran Agama Islam di Kampung Kota Paris Bogor. Jumat, 8 Juli 2022; Cari. Network.
Tidak diketahui secara pasti kapan tradisi ziarah itu dimulai oleh masyarakat Muslim. Meski demikian, menurut Henri Chambert Loir-Claude Guillot 20101-2, tradisi ziarah ke makam-makam keramat sudah lebih dulu dilakukan oleh umat penganut agama samawi lain seperti umat Yahudi dan Nasrani. Masih menurut Henri, tradisi ziarah yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Muslim dunia tidak bisa dilepaskan dari persoalan ibadah haji. Tempat-tempat yang dikeramatkan dan disucikan oleh masyarakat Muslim dianggap sebagai “pengganti” Makkah, tempat utama ibadah haji. Ia menulis 20102 Karena haji sering tidak dapat dilaksanakan, maka rukun ini diganti dengan ziarah ke tempat keramat yang lebih dekat, dan kewajiban untuk melakukan ziarah itu beberapa kali mengingatkan kelebihan dari hajj yang sebenarnya. Ritus-ritus yang dilakukan di tempat-tempat ziarah itu sama dengan ritus yang dilakukan di Mekkah, yaitu tawaf seperti di Ka’bah, serta minum air dari sebuah sumur yang dianggap berhubungan dengan Zamzam. Mekkah sebagai kutub peta Islam seakan-akan memancarkan “cabang” melalui kesucian wali-wali yang berasal dari kutub itu. Apa yang dikemukakan oleh Henri dalam pengantar bukunya berjudul “Ziarah Wali” ini tidak semuanya tepat. Mengapa? Sebab, tidak semua makam yang dikeramatkan dan yang diziarahi oleh umat Islam memiliki ciri-ciri sebagaimana ia sebutkan di atas. Bahkan banyak di antaranya bukan karena motif kepercayaan pengganti haji. Dalam pandangan kaum Muslim Ahulussunnah wal Jamaah, ziarah kepada para wali yang merupakan kekasih Allah SWT dianggap layak sebagai penghubung antara peziarah dengan Allah SWT. Selain bermaksud membacakan puji-pujian yang ditujukan kepada para wali, doa-doa yang dipanjatkan memang tidak dimaksudkan untuk meminta kepada mereka, karena pengabul doa pada hakikatnya adalah sang Allah SWT itu sendiri. Jadi, wali hanya sebagai mediator Suis, 2013 66. Wali dan Keramat Berdasarkan definisi yang beredar luas di sejumlah buku, wali adalah orang-orang yang makrifat kepada Allah al-Arif billah serta menjalankan ketaatan dan menjauhi maksiat kepada-Nya, yang tidak menghiraukan kenikmatan-kenikmatan duniawi dan hal-hal yang secara hukum syar’i mubah. Dinamakan dengan wali karena ia adalah orang yang menjaga tawalla dirinya untuk beribadah kepada Allah secara istikamah. Ibnu Qunfudz Al-Qusantini pernah ditanya, “Apakah keramat seorang wali masih bermanfaat setelah ia meninggal?”, ia menjawab, “Ya. Keramat kewalian seseorang tidak terputus meski ia telah wafat. Bahkan lebih nampak. Banyak orang yang setelah meninggal baru diketahui secara luas keberkahannya. Kuburan orang-orang yang memiliki keramat memancarkan keberkahan”. Ibnu Zayyat dalam At-Tasyawwuf ila Rijal at-Tashawwuf mengatakan bahwa Khariqul Adat hanya bisa nampak di tangan para pemilik karamah. Ketahuilah bahwa keramat hanya bisa muncul dari seorang wali sebagaimana mukjizat bagi para Nabi. Tidak sampai di situ, Ibnu Zayyat juga mengkritik orang-orang yang mengingkari keramat wali. Ia mengemukakan bahwa keberadaan keramat para wali hanya bisa dipercaya oleh orang-orang yang meyakininya ahlul yaqin, bukan bagi selainnya ahlus-Syakk. Menziarahi Abah Falak Pagentongan dan KH. Abdullah bin Nuh Bogor selain dijuluki sebagai kota hujan memiliki banyak destinasi ziarah. Sejumlah makam orang-orang saleh disemayamkan di kota yang diapit oleh Gunung Salak dan Gunung Gede ini. Tim anjangsana yang terdiri dari civitas akademik Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama FIN-UNUSIA Jakarta melawat ke Pondok Pesantren Pagentongan. Pesantren ini merupakan salah satu Pondok Pesantren tua di wilayah Bogor yang didirikan oleh KH. Tubagus Muhammad Falak Abbas w. 1972 yang lebih akrab dipanggil Abah Falak. Sebutan Falak ini konon sebagai bentuk penghormatan kepadanya atas keahliannya di bidang astronomi. Di Pesantren ini kami diterima oleh salah satu cicit Abah Falak. Kami berbincang banyak hal mengenai hal ihwal Abah Falak. Salah satunya tentang sanad dan jaringan keilmuan Abah Falak. Termasuk hubungannya dengan jaringan pesantren di Jawa. Mengingat, di Pesantren ini, sejak dulu hingga sekarang, tetap mempertahankan bahasa Jawa sebagai “makna gandul” dalam mengajarkan kitab kuning kepada para santrinya. Padahal, Abah Falak sendiri tidak pernah ditemukan informasi mengenai beliau belajar ke Jawa. Namun, beliau berjejaring dengan ulama-ulama Jawa di Makkah. Selanjutnya kami bergegas menuju komplek pemakaman Pesantren Pagentongan untuk menziarahi makam Abah Falak. Sebelum memasuki ruang pemakaman, kami diajak untuk mengunjungi kamar pribadi Abah Falak yang berada tidak jauh dari lokasi di semayamkannya ulama yang juga dikenal ahli hikmah ini. Dari Pagentongan kami menuju Pondok Pesantren Al-Ihya’ Bogor. Pondok ini merupakan “warisan” intelektual dari salah satu ulama kesohor di kota Bogor, Mama Abdullah bin Nuh. Di Pesantren ini kami disambut sangat hangat oleh anak menantu beliau, KH. Toto. Selain suguhan jamuan, kami juga disuguhi banyak karya-karya baik yang sudah diterbitkan maupun yang masih dalam bentuk manuskrip catatan tangan Mama Abdullah bin Nuh. Dari hasil penelusuran atas manuskrip-manuskrip ini kami menyimpulkan bahwa beliau adalah salah satu ulama Nusantara yang menguasai banyak disiplin keilmuan. Selain tentunya ilmu sastra Arab yang memang bukan hanya diakui oleh ulama Indonesia, melainkan dunia. Misalnya, terdapat sebuah catatan tangan Mama Abdullah bin Nuh yang mengulas tentang filsafat empirisme-nya Jhon Locke dalam bahasa Arab. Dari Kramat Empang Ke Makam Raden Saleh Selain bersilaturahmi ke sejumlah pesantren untuk menimba dan menggali sanad keilmuan di tatar Sunda, kami juga menziarahi makam-makam keramat para wali dan orang-orang Saleh di tanah Sunda. Salah satu makam yang banyak diziarahi oleh para pegiat ziarah adalah Makam Kramat Empang. Di sana terdapat makam Habib Abdullah b Muhsin Al-Atas. Lokasinya berada di Jalan Lolongok, RT 02 RW 04, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Daerah ini dinamakan Empang karena dulu dikelilingi oleh banyak empang yang mengitari wilayah ini. Makam Habib Abdullah, yang kemudian masyhur dengan julukan Habib Empang ini hampir tidak pernah sepi dari peziarah yang datang dari berbagai daerah. Makam Habib Empang berada di belakang mihrab Masjid yang konon dibangun oleh Habib Abdullah. Di komplek pemakaman ini juga disemayamkan putera-putera beliau. Di antaranya adalah Habib Mukhsin Bin Abdullah Al-Atas, Habib Zen Bin Abdullah Al-Atas, Habib Husein Bin Abdullah Al-Atas, Habib Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, Sarifah Nur Binti Abdullah Al-Athas, dan makam murid kesayangannya yaitu Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir. Tidak jauh dari pemakaman Habib Empang, sekitar 300 M ke arah Barat juga disemayamkan salah satu pejuang ternama, Raden Saleh. Kami menziarahi makam salah satu pelopor seni rupa modern di Indonesia ini dengan jalan kaki selepas ziarah ke Makam Kramat Empang. Berbeda dengan Makam Habib Empang yang selalu ramai peziarah, makam Raden Saleh justru sepi dari pengunjung ziarah. Letak makamnya tidak jauh dari jalan raya Pahlawan. Tepatnya sekitar 75 meter dari mulut gang sempit yang dinamakan dengan “Gang Makam”. Hampir tidak ada petunjuk yang jelas layaknya pemakaman orang-orang besar pada umumnya di sekitar gang ini akan keberadaan makam, hanya ada penanda arah yang kecil di belakang gapura. Saat memasuki gang yang relatif sempit ini kami berjumpa dengan anak-anak sekolah yang pulang dari kegiatan belajarnya. Kami bertanya kepada mereka, “Jang Dik, makamnya Raden Saleh sebelah mana?”. “Lurus terus sebelah kanan” jawab mereka. Benar. Tak jauh dari tempat kami bertemu dan bertanya anak-anak SMP ini kami sampai di Makam Raden Saleh. Di sana kami bertemu dengan “kuncen” alias juru kuncinya. Kami pun melapor kepada juru kunci untuk izin berziarah. Sekilas Tentang Raden Saleh Raden Saleh lahir pada tahun 1807 M di Terboyo Semarang dengan nama Raden Saleh Syarif Bustaman. Ayahnya yang bernama Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin yahya merupakan Sayyid keturunan Nabi Muhammad SAW bermarga Yahya Hamid Al-Gadri, 1994. Garis keturunan Sayyid Raden Saleh tidak melalui jalur Hadramaut sebagaimana kebanyakan keturunan Sayyid di Jawa, melainkan dari jalur Surat, India Barat Peter Carey xxii. Menurut Carey, selain dari jalur ayahnya yang merupakan Sayyid ini memiliki peran dalam membentuk karakter Raden Saleh. Ia menulis Dalam kasus Saleh, keluarga Jawa-Arab-nya, al Alwi, agak unik sebab berasal dari Surat India Barat, bukan langsung dari Yemen Selatan Hadramaut seperti kebanyakan keturunan Arab lain di Jawa. Keluarga Saleh juga mempunyai pertalian darah yang erat dengan keluarga bangsawan di Jawa. Kerabat Saleh, Kiai Tumenggung Danuningrat alias Sayyid Alwi, Bupati Kedu 1813-1825, adalah cicit Sultan Cirebon eyang putrinya adalah anak sultan. Ibu dan istrinya berasal dari keluarga Danurejan yang didirikan Patih Danurejo I dari Yogyakarta menjabat 1755-1798. Jadi, lingkup hidup dan budaya keluarga Raden Saleh agak berbeda dengan keluarga Arab-Jawa pada umumnya yang datang ke Nusantara langsung dari Hadramaut. Memang bukan hanya lelaki dari keluarga tersohor al-Alwi yang berjasa, perempuan juga berperan. Istri Suroadimenggolo V, putri bungsu Raden Mas Said Mangkunegoro I, 1757-1759, terkenal sangat terdidik. Waktu awal perang, sang Raden Ayu rupanya memiliki peran yang menentukan dalam membujuk anak bungsunya sepupu Raden Saleh, Raden Mas Sukur, untuk bergabung dengan Diponegoro dengan menjadi anggota pasukan Pangeran Serang II di Demak pada akhir Agustus 1825. Perupa kesohor dengan salah satu karya monumentalnya berupa lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro ini wafat pada hari Jumat tanggal 23 April 1880. Jenazahnya disemayamkan di Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Konon, makam ini sempat “hilang” karena tertimbun rumput ilalang yang mengitari areal pemakamannya. Pak Isun Sunarya sebagaimana dilansir dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa Makam Raden Saleh kembali ditemukan untuk pertama kalinya oleh Mas Adoeng Wiraatmadja sekitar tahun 1923. Tepat di depan rumah Mas Adoeng ini dipenuhi oleh rumput ilalang dan pohon besar. Masih menurut penuturannya, Mas Adoeng ini kemudian melihat ada gundukan batu pada saat ia menebang ilalang. Dan ternyata batu tersebut adalah makam Raden Saleh.[1] Hingga akhirnya pada tahun 1955 komplek pemakaman ini dibangun kembali. Atas perintah Presiden Sukarno, komplek pemakaman ini dipugar. Soekarno menunjuk F. Silaban sebagai arsitek pemugaran komplek Makam Raden Saleh ini. Sebagaimana kita ketahui, F. Silaban merupakan arsitek yang merancang Makam Pahlawan Kalibata dan Masjid Istiqlal, Jakarta. Pemugaran rampung pada September 1953. Sebagai tanda sejarah bahwa makam ini dibangun oleh Presiden Soekarno, di dinding pembatas dua makam Makam Raden Saleh dan Isterinya, Ayu Danurejo, tertulis Makam Raden Saleh Sjarif Bustaman. Lahir di Semarang kira-kira tahun 1813/1814, wafat di Bogor tanggal 23 April 1880. Dibangun kembali oleh Pemerintah Republik Indonesia tanggal 7 September 1953. Makam Raden Saleh merupakan cagar budaya dengan SK penetapan SK Menteri Dibangun di atas tanah wakaf masyarakat atas nama pengelola H. Isun Sunarya. Beberapa tahun belakangan, haul atas peringatan wafatnya Raden Saleh digelar di setiap tanggal 23 April. Bahkan Habib Luthfi, sebagaimana dituturkan oleh pengasuh PP Al-Ihya Bogor, pernah menyuruh langsung kepadanya untuk ikut meramaikan haul Raden Saleh.[2] Makam Abah Falak Pagentongan Makam Mama Abdullah bin Nuh [1] diakses tanggal 09 Februari 2020 [2] Wawancara dengan KH. Toto, pengasuh PP Al-Ihya’ Bogor dalam program Anjangsana Sunda yang digelar oleh Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Jakarta, 13-16 Januari 2020 * Isi sebagian dari artikel ini pernah diterbitkan di dengan beberapa penambahan Related
AriMama Aang Nuh Gentur - cianjur eta salahsahiji sosok ulama tanah pasundan anu al-alim al-alamah al-kamilil-wara. Abdullah Khona 18. Imam Ahmad Syah 19.Jamaludin Akbar 20.Asmar Kandi Gisik Karjo Tuban 21.Ishak Makdhum 22 Muhammad Ainul Yaqin 23. Sunan Giri Laya di waktu beliau berziarah ke makam Habib Husen bin Abu bakar Al-Aydrus di Cianjur, NU Online Para pengajar Fakultas Islam Nusantara FIN Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Unusia berziarah ke Ajengan Syathibi di Gentur, Cianjur, Jawa Barat pada Selasa 14/1. Penulis Mahakarya Ulama Nusantara Ahmad Ginanjar Sya'ban menyampaikan bahwa ulama yang dikenal sebagai Mama Gentur Kaler adalah maha gurunya ulama-ulama Sunda di paruh pertama abad 20. "Kiai-kiai ajengan Sunda paruh pertama abad 20 itu ya muridnya," katanya kepada NU Online usai berziarah bersama koleganya. Untuk berziarah ke Mama Gentur, para peziarah dilarang membawa ponsel dan alat-alat potret. Pasalnya, kata Ginanjar, ulama yang diziarahi ini mengharamkan kamera. Pada gerbang kompleks pemakamannya terdapat tulisan dengan cat warna merah tentang pelarangan membawa ponsel ke area makam. Bahkan, jangankan di area makam, penduduk sekitarnya sendiri juga sungkan, tidak berani, memotret segala sesuatu di wilayah Gentur. Selain itu, peziarah juga diharuskan bersarung sebagai bagian dari tatakrama sowan kepada sahibul maqam. Sebaiknya, jika hendak berziarah perlu dipersiapkan sarungnya. Meskipun, di depan gerbangnya, terdapat lapak yang menyediakan sarung untuk pengunjung. Namun, saat para dosen FIN Unusia berziarah pukul WIB, lapak tersebut masih tutup. Dari praktik tersebut, pengajar FIN Unusia Syamsul Hadi menyebutkan bahwa cara kehidupan masyarakat setempat masih mempertahankan tradisi, meskipun dalam berkehidupannya sudah sedikit modern dengan gaya membajak sawahnya yang sudah menggunakan mesin dan sebagainya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bacaan saat ziarah. Selain bacaan tahlil atau surat-surat pilihan lainnya, dianjurkan juga untuk membaca shalawat Nariyah. Namun, ada satu hal yang berbeda bacaannya dengan shalawat Nariyah pada umumnya, yakni pada lafal wa yustasqa al-ghamamu, ketika berziarah di Makam Mama Gentur, lafal tersebut dibaca wa yastasqi al-ghamamu, menghormati ijazah shalawat Nariyah yang sampai kepada sahibul maqam. Setiap pekan ketiga Jumadil Akhir diadakan Haul Mama Gentur. Ajengan Heri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-I'tishom, puluhan ribu orang akan memadati pemakamannya. Tak ayal, saat FIN Unusia berziarah, puluhan lapak dari jarak ratusan meter sudah siap untuk digunakan berjualan mengingat waktu haul sekitar dua minggu lagi. Budayawan Ngatawi Al-Zastrouw menyampaikan bahwa hal itu sangat baik karena meningkatkan perekonomian masyarakat. Tak jauh dari pemakaman Mama Gentur Kaler, ada pula makam Mama Gentur Kidul yang bernama asli Ajengan Qurthubi. Ia merupakan adik dari Ajengan Syathibi. Keduanya ini berguru kepada Mama Sohih yang makamnya juga berjarak sekitar 2 KM. Pewarta Syakir NF Editor Abdullah Alawi DaripadaWikipedia, ensiklopedia bebas. Dinasti Samaniyah Asad9-999) ( Parsi: سامانیان adalah dinasti yang berkuasa di Khurasan dan Transoksania. Ia diasaskan oleh keturunan Saman Khuda, seorang bangsawan di daerah Balkh di Afghanistan Utara. saman Khuda memeluk Islam dan keturunannya mempunyai peranan besar dalam pemerintahan Seknas GUSDURian Ziarahi Makam Tokoh NU Mama Abdullah bin Nuh Sekretariat Nasional Seknas jaringan GUSDURian menziarahi Makam Mama Abdullah bin Nuh yang merupakan tokoh Nahdlatul Ulama Kota Bogor pada hari Kamis 12/01. Kegiatan yang menjadi program GUSDURian untuk kembali menebarkan nilai-nilai tokoh Guru Bangsa KH Abdurahman Wahid. Selaku GUSDURian Kabupaten Bogor M Rizal Aris mengajak kepada rombongan Seknas GUSDURian menziarahi dan bertawasul kepada tokoh NU kharismatik. “Gus Dur menjadi tokoh bangsa yang luar biasa dikarnakan hubungan lahir dan batinnya terhadap yang hidup memberi kemaslahan dan juga kepada yang sudah meninggal pun tetap memiliki keintiman khusus dengan menziarahi dan bertawasul, hal ini merupakan tradisi yang diajarkan Walisongo dan para pendiri NU,” Ujar yang pernah memimpin PC Lakpesdam NU Kota Depok. Tambahnya bahwa sebagai penggerak GUSDURian Bogor Raya, ia siap mendampingi Seknas berdiskusi terkait kondisi dan program kerja GUSDURian Bogor. Pada saat yang sama KH Musthafa Abdullah bin Nuh selaku Rais Syuriah Kota Bogor menyatakan syukur atas silaturahmi Seknas GUSDURian. “Bagaimana pun kita tidak pungkiri bahwa Gus Dur adalah Wali min Aulia Allah yang hingga kini Makamnya menjadi destinasi ziarah setelah Walisongo. Values dari ketokohan beliau senantiasa di ingat sepanjang masa, terlebih dengan adanya GUSDURian harus menyebarkan nilai-nilai pemikiran dan gagasan gusdur.” Jelas putra dari Mama Abdullah bin Nuh. Diketahui kegiatan silaturahmi dan juga konsolidasi Seknas GUSDURian yang dihadiri Nur Solikhin, Della, Muna dengan GUSDURian Bogor Raya M Rizal Aris, Yudi, Agus, Buce, Gus Turmudi, hal ini untuk kembali menguatkan jaringan pecinta Gus Dur. Pewarta Abdul Mun’im Hasan
KH. R. Abdullah Bin Noeh lahir di Cianjur tanggal 30 Juni 1905 dan wafat di Bogor tanggal 26 Oktober 1987. Selain maha guru para ulama ia juga merupakan seorang sastrawan, pendidik, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Sejak kedl mendapat pendidikan agama Islam yang sangat keras dari ayahnya, yakni K.H. R. Muhammad Nuh bin Muhammad Idris.
Jakarta – KH. Abdullah Haq Nuh bin Syekh Ahmad Syathiby Gentur atau biasa dikenal dengan Mama Aang Nuh merupakan putra dari seorang ulama besar bernama Syekh Ahmad Syathibi al-Qonturi Mama Gentur, tidak ada catatan kapan dan di mana Mama Aang Nuh lahir. Namun yang pasti, nasab beliau tersambung hingga Rasulullah SAW. Mama Aang Nuh terkenal dengan beberapa karomah beliau, diantaranya yang masyhur ialah saat Mama Aang Nuh berziarah ke makam Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus, beliau bertemu dan disambut langsung oleh Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus secara jaga yaqodzoh. Kemudian Mama Aang Nuh ditalqin dan dibaiat langsung oleh Habib Husein. Lokasi Makam KH. Abdullah Haq Nuh bin Syekh Ahmad Syathiby Gentur atau Mama Ajengan Aang Nuh wafat pada tahun 1990. Makam beliau terletak di Kp. Gentur, Desa Bangbayang, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tepatnya di Komplek Pemakaman Makam Keramat Mama Gentur. Selain makam Mama Ajengan Aang Nuh, di dalam komplek tersebut terdapat juga makam Syekh Ahmad Syathibi al-Qonturi Mama Gentur, Mama Ajengan Aang Baden, dan beberapa ulama Cianjur lainnya. CEK LOKASI SELENGKAPNYA DI SINI Tidak banyak dokumentasi terkait makam beliau, dikarenakan peraturan makam yang melarang jamaah membawa HP saat berada di area makam. Beberapa informasi juga memberitahukan bahwa perempuan dilarang masuk ke dalam Makam Mama Gentur. Editor Daniel Simatupang
HabibAbdullah bin Muhsin Habib Umar Ihya Ulumuddin ISMA isra mi'raj Jadwal K.H Abdullah Bin Nuh Kajian Islami Kegiatan Kisah Kuliah Subuh Kulsub Makam MPA Mutiara Hikamah Nabi Muhammad Pengurus Baru Santri Santri Al-Ihya Santri Baru Satri Sejarah Semangka Sifat Terpuji Sombong Syidia Tips Ulama undangan Ustadz Dudi Ustadz Ece Hidayat uts Wali
RingkasanSejarah Walisongo karya Mama Abdullah bin Nuh by maktabah. Publication date 2016-03-29 Topics Jowo Collection opensource Language Indonesian. Sejarah Walisongo Addeddate 2016-04-13 14:28:45 Identifier RingkasanSejarahWalisongo Identifier-ark ark:/13960/t80k6xs9z Ocr ABBYY FineReader 11.0 Ppi 300
lZ7z.
  • z9de6ykynn.pages.dev/148
  • z9de6ykynn.pages.dev/197
  • z9de6ykynn.pages.dev/312
  • z9de6ykynn.pages.dev/142
  • z9de6ykynn.pages.dev/131
  • z9de6ykynn.pages.dev/36
  • z9de6ykynn.pages.dev/20
  • z9de6ykynn.pages.dev/123
  • z9de6ykynn.pages.dev/118
  • makam mama abdullah bin nuh